Saudara-saudara.
Saya ulangi, jikalau Tuhan hanya duduk-duduk disana saja, Tuhan adalah
terbatas. Padahal Tuhan adalah without end, limitless, without any
limit, tapi bersatu, kataku, tidak bisa dipecah-pecahkan saudara, bersatu.
Maka oleh
karena itu saudara-saudara. Tuhan itu saudara-saudara, juga memberi daya kepada
segala perbuatan kita. Oleh karena Dia is everywhere, anywhere,
and everywhere, dimana-mana. Mungkin saya punya ketauhidan itu, lain dari
pada orang lain. Tapi baiklah saya buka saya punya hati sekarang ini kepada
seluruh umat Islam di Indonesia ini. Demikianlah ketauhidanku. Benar apa
tidak. Wallahu a’lam, benar apa tidak, saya serahkan kepada Allah SWT.
Tuhan seru sekalian alam. Allah Yang Esa. Yang Satu”. (Kumpulan Tulisan
Terpilih Bung Karno, Api Perjuangan Rakyat [Pengantar: Megawati Soekarnoputri],
LKEP & Kekal Indonesia, 2001).
Tulisan diatas
menunjukkan beberapa hal. Pertama, Soekarno percaya Ketunggalan Tuhan.
Dalam pandangan Soekarno, Tuhan Satu, tidak terbagi, tidak tersusun.
“Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa” (QS 112 [Al Ikhlas]:1). Kedua,
Soekarno percaya bahwa Tuhan tidak hanya menempati satu tempat tertentu,
misalnya di langit ke tujuh, namun Tuhan ada di mana-mana dan meliputi seluruh
keberadaan semesta yang lain ... “...Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia
Maha Meliputi segala sesuatu.” (QS 41 [Fushshilat]:54) “Dan kepunyaan Allah-lah
timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap disitulah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNYA) lagi Maha Mengetahui.” (QS 2
[Al-Baqarah]:115). Ketiga, Soekarno percaya bahwa Tuhan Mahaaktif berperan
dalam setiap kejadian dan peristiwa dimanapun, tidak hanya duduk-duduk di
langit ketujuh. “Setiap waktu Dia berada dalam kesibukan” (QS 55
[Ar-Rahman]:29).
Sampai di sini,
Soekarno menampakkan identitasnya sebagai seorang Muslim sejati. Soekarno
mendekatkan Tuhan dengan pendekatan teosofi atau sufi. Ini selaras dengan
kebhinekatunggal-ika-an dalam Pancasila. Sufi pada umumnya bisa menerima
keberadaan banyak cara menyembah Tuhan Yang Satu dari agama yang beraneka
ragam. Keanekaragaman agama adalah bentuk dari Rahmat Tuhan Yang Maha Luas.
Berikutnya, Soekarno mulai menandaskan kaitan Ketunggalan Tuhan dengan
Pancasila:
“Saya
sebutkan, Tuhan Yang Maha Esa nomor satu, saudara-saudara. Oleh karena itu,
bagi saya, tanah air itu amanat Tuhan, amanat Tuhan kepada kita. Segala isi
alam ini adalah amanat Tuhan kepada kita. Oleh karena itu, saudara-saudara akan
mengerti.” Bung Karno ini berkata bahwa Pancasila itu adalah dasar negara.
“Nah, itu bisa dimengerti, barangkali ini dasarnya, negara diatas dasar
Pancasila. Masuk akal. Tapi kalau Bung Karno berkata, negara bertuhan, negara
harus bertuhan, bagaimana koq bertuhan? ...
Dan telah
difirmankan oleh Allah SWT: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-KU” (QS 51 [Adz Dzariyat]:56). Dus,
membuat manusia agar supaya manusia itu menyembah kepada-NYA .... Membuat
negara agar supaya negara itu menyembah kepada-NYA. Karena itu dengan keyakinan
saya berkata berkata, negara yang menyembah kepada Tuhan, negara yang tidak
bertuhan, akhirna celaka, lenyap dari muka bumi. Nah itu lah saudara-saudara,
agar supaya saudara-saudara mengerti, pengertian saya tentang ushuluddin.”
Soekarno
menegaskan bahwa tidak hanya manusia sebagai individu yang harus menyembah
kepada Tuhan, namun negara juga harus menyembah Tuhan. Disini, gagasan dan
kepercayaan Soekarno tentang bagaimana manusia harus menyembah Tuhan mulai
menjadi istimewa dan khas. Penjelasan Bung Karno tentang tauhid, penetapan
eksistensi Tuhan, Ketunggalan Tuhan, kemudian bagaimana sebuah negara harus
didirikan berdasarkan ketaatan dan penyembahan kepada Tuhan terasa amat selaras
dengan magnum opus dai Al Farabi, “Al Madinah Al Fadhilah.” Dalam
buku ini, Al-Farabi mengawali pembahasan dengan tauhid dan mengakhirinya dengan
menjelaskan tentang negara utama, dan bagaimana negara utama harus dibangun
berdasarkan ideologi-ideologi yang serba materi.
Terima kasih
kepada Bung Karno dan para pendahulu Bangsa yang telah meletakkan dasar Cinta
Kepada Tuhan dalam kehidupan kita bernegara. Pancasila mengajarkan kepada
kita untuk mewujudkan Cinta Kepad Tuhan dalam kebhinekaaan kehidupan bernegara
yang sehat dan penuh pengkhidmatan.
Dikotomi Muslim Non Muslim, Pilpres, dan Keutuhan
Pancasila
Dikotomi
Muslim dan Non Muslim yang banyak menyeruak akhir-akhir ini, menurut hemat kami
lebih muncul dari kepentingan politik dari kelompok-kelompok tertentu,
ketimbang ketulusan perkhidmatan kepada Tuhan ataupun sesama. Manajemen pembiaran
pada kampanye hitam yang menggunakan isyu-isyu SARA merupakan salah satu bentuk
kelalaian dalam menjaga keutuhan NKRI dan Pancasila. Pembiaran ini dirasakan
terjadi di level akar rumput.
Pemerintah,
KPU, dan aparat yang berwajib seharusnya lebih tegas, tanggap, dan cepat dalam
mengambil tindakan. Masyarakat juga diharapkan tidak mudah terpancing gagasan
utnuk dan atas nama Tuhan yang prematur dan bertentangan dengan Pancasila. Mari
kita teruskan perjuangan Bung Karno mewujudkan NKRI yang berkhidmat kepada
Tuhan dan mengalirkan kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
*** [by Dimitri Mahayana]
SUMBER artikel dari http://rahmaninop.blogspot.com/2014/07/bung-karno-mari-bangun-negara-yang.html?m=1