Friday, November 16, 2018

Bung Karno: Mari Bangun Negara yang Berkhidmat kepada Tuhan

“Maka oleh karena itulah saudara-saudara, dengan kepercayaan yang demikian ini, maka aku percaya bahwa tidak ada sesuatu hal terjadi di dunia ini tanpa sepengetahuan dari pada Tuhan. Aku tidak mau terima bahwa Tuhan itu, oooo disana duduk diatas, melihat kebawah.

Saudara-saudara. Saya ulangi, jikalau Tuhan hanya duduk-duduk disana saja, Tuhan adalah terbatas. Padahal Tuhan adalah without end, limitless, without any limit, tapi bersatu, kataku, tidak bisa dipecah-pecahkan saudara, bersatu.

Maka oleh karena itu saudara-saudara. Tuhan itu saudara-saudara, juga memberi daya kepada segala perbuatan kita. Oleh karena Dia is everywhere, anywhere, and everywhere, dimana-mana. Mungkin saya punya ketauhidan itu, lain dari pada orang lain. Tapi baiklah saya buka saya punya hati sekarang ini kepada seluruh umat Islam di Indonesia ini. Demikianlah ketauhidanku. Benar apa tidak. Wallahu a’lam, benar apa tidak, saya serahkan kepada Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam. Allah Yang Esa. Yang Satu”.  (Kumpulan Tulisan Terpilih Bung Karno, Api Perjuangan Rakyat [Pengantar: Megawati Soekarnoputri], LKEP & Kekal Indonesia, 2001).

Tulisan diatas menunjukkan beberapa hal. Pertama, Soekarno percaya Ketunggalan Tuhan. Dalam pandangan Soekarno, Tuhan Satu, tidak terbagi, tidak tersusun. “Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa” (QS 112 [Al Ikhlas]:1).  Kedua, Soekarno percaya bahwa Tuhan tidak hanya menempati satu tempat tertentu, misalnya di langit ke tujuh, namun Tuhan ada di mana-mana dan meliputi seluruh keberadaan semesta yang lain ...  “...Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.” (QS 41 [Fushshilat]:54) “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNYA) lagi Maha Mengetahui.” (QS 2 [Al-Baqarah]:115). Ketiga, Soekarno percaya bahwa Tuhan Mahaaktif berperan dalam setiap kejadian dan peristiwa dimanapun, tidak hanya duduk-duduk di langit ketujuh. “Setiap waktu Dia berada dalam kesibukan” (QS 55 [Ar-Rahman]:29).

Sampai di sini, Soekarno menampakkan identitasnya sebagai seorang Muslim sejati. Soekarno mendekatkan Tuhan dengan pendekatan teosofi atau sufi. Ini selaras dengan kebhinekatunggal-ika-an dalam Pancasila. Sufi pada umumnya bisa menerima keberadaan banyak cara menyembah Tuhan Yang Satu dari agama yang beraneka ragam. Keanekaragaman agama adalah bentuk dari Rahmat Tuhan Yang Maha Luas. Berikutnya, Soekarno mulai menandaskan kaitan Ketunggalan Tuhan dengan Pancasila:

“Saya sebutkan, Tuhan Yang Maha Esa nomor satu, saudara-saudara. Oleh karena itu, bagi saya, tanah air itu amanat Tuhan, amanat Tuhan kepada kita. Segala isi alam ini adalah amanat Tuhan kepada kita. Oleh karena itu, saudara-saudara akan mengerti.” Bung Karno ini berkata bahwa Pancasila itu adalah dasar negara. “Nah, itu bisa dimengerti, barangkali ini dasarnya, negara diatas dasar Pancasila. Masuk akal. Tapi kalau Bung Karno berkata, negara bertuhan, negara harus bertuhan, bagaimana koq bertuhan? ...

Dan telah difirmankan oleh Allah SWT: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-KU” (QS 51 [Adz Dzariyat]:56). Dus, membuat manusia agar supaya manusia itu menyembah kepada-NYA .... Membuat negara agar supaya negara itu menyembah kepada-NYA. Karena itu dengan keyakinan saya berkata berkata, negara yang menyembah kepada Tuhan, negara yang tidak bertuhan, akhirna celaka, lenyap dari muka bumi. Nah itu lah saudara-saudara, agar supaya saudara-saudara mengerti, pengertian saya tentang ushuluddin.”

Soekarno menegaskan bahwa tidak hanya manusia sebagai individu yang harus menyembah kepada Tuhan, namun negara juga harus menyembah Tuhan. Disini, gagasan dan kepercayaan Soekarno tentang bagaimana manusia harus menyembah Tuhan mulai menjadi istimewa dan khas. Penjelasan Bung Karno tentang tauhid, penetapan eksistensi Tuhan, Ketunggalan Tuhan, kemudian bagaimana sebuah negara harus didirikan berdasarkan ketaatan dan penyembahan kepada Tuhan terasa amat selaras dengan magnum opus dai Al Farabi, “Al Madinah Al Fadhilah.” Dalam buku ini, Al-Farabi mengawali pembahasan dengan tauhid dan mengakhirinya dengan menjelaskan tentang negara utama, dan bagaimana negara utama harus dibangun berdasarkan ideologi-ideologi yang serba materi.

Terima kasih kepada Bung Karno dan para pendahulu Bangsa yang telah meletakkan dasar Cinta Kepada Tuhan  dalam kehidupan kita bernegara. Pancasila mengajarkan kepada kita untuk mewujudkan Cinta Kepad Tuhan dalam kebhinekaaan kehidupan bernegara yang sehat dan penuh pengkhidmatan.

Dikotomi Muslim Non Muslim, Pilpres, dan Keutuhan Pancasila
Dikotomi Muslim dan Non Muslim yang banyak menyeruak akhir-akhir ini, menurut hemat kami lebih muncul dari kepentingan politik dari kelompok-kelompok tertentu, ketimbang ketulusan perkhidmatan kepada Tuhan ataupun sesama. Manajemen pembiaran pada kampanye hitam yang menggunakan isyu-isyu SARA merupakan salah satu bentuk kelalaian dalam menjaga keutuhan NKRI dan Pancasila. Pembiaran ini dirasakan terjadi di level akar rumput.

Pemerintah, KPU, dan aparat yang berwajib seharusnya lebih tegas, tanggap, dan cepat dalam mengambil tindakan. Masyarakat juga diharapkan tidak mudah terpancing gagasan utnuk dan atas nama Tuhan yang prematur dan bertentangan dengan Pancasila. Mari kita teruskan perjuangan Bung Karno mewujudkan NKRI yang berkhidmat kepada Tuhan dan mengalirkan kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. *** [by Dimitri Mahayana]

SUMBER artikel dari http://rahmaninop.blogspot.com/2014/07/bung-karno-mari-bangun-negara-yang.html?m=1