Monday, September 10, 2018

Refleksi Historis dari Semangat Hijrah Rasulullah saw [by Dr Joko Trio Suroso]

Tahun baru hijriah telah tiba. Kembali mengingatkan kita pada usia, aktivitas, dan kontribusi. Apa yang sudah dilakukan oleh diri sendiri untuk keluarga, masyarakat, negara, dan agama? Tentang ini hanya diri sendiri yang mengetahui.

Jika menengok pada sejarah, yang sudah dilalui, maka dengan jujur hanya bisa mengelus dada bahwa kontribusi belum maksimal. Masih dalam proses dan berupaya untuk menyempurnakan. Dan penyempurnaan tidak semudah membalik telapak tangan. Mesti melalui proses yang berlika liku dan terjal. Saya percaya setiap orang ingin senantiasa menjadi lebih baik dalam hidupnya.

Tahun baru hijriah, yang terinspirasi dari momentum hijrah, ada nilai historis berupa perjuangan Nabi Muhammad Saw. Bergerak dari lingkungan  yang jahiliah menuju lingkungan penuh keimanan. Dalam prosesnya tidak mudah. Nabi dicaci, dihina, dibuat tidak nyaman, dan ujungnya hendak dibunuh.

Malam sebelum berangkat ke Madinah menjadi tanda peralihan perjuangan Nabi saw. Dalam prosesnya Nabi saw mendapat dukungan keluarga, sahabat, dan pertimbangan matang yang diarahkan Allah melalui malaikat Jibril. Masa-masa mencekam bisa dilalui. Bergerak menuju tempat yang strategis kemudian menempuh jalan terjal dan sulit.

Di tempat baru, Nabi membangun sebuah tatanan masyarakat baru dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat dari suku-suku sampai kaum non-Islam pun diikutsertakan dan terjalin ikatan persaudaraan yang tercantum dalam Piagam Madinah. Bahkan, nama Madinah pun dipilih dan ditentukan oleh Nabi.

Di tempat hijrah, Nabi sangat mudah mendapatkan dukungan umat ketimbang di Makkah. Sehingga bisa mengatur masyarakat, memberi teladan, dan memimpin peperangan. Bahkan, dengan kekuatan yang penuh dari umat Islam Madinah mampu mengalahkan kaum musyrikin Quraisy Makkah yang sejak dahulu memusuhi Nabi dan umat Islam. Terbukti bahwa peristiwa Futuh Makkah menjadi tanda kemenangan umat Islam di bawah komando Rasulullah Saw, yang sekaligus menunjukkan kemenangan imaniah di atas jahiliah. Kemenangan demi kemenangan pun diraih hingga agama Islam tersebar ke Jazirah Arabia dan selanjutnya agama Islam pun tersebar ke Indonesia melalui pedagang dan mubaligh dengan pendekatan kultural, sehingga kini menjadi warga Muslim terbesar di dunia.

Sebuah anugerah bahwa negeri Indonesia dihuni mayoritas beragama Islam. Meski dalam mencontoh akhlak dan peribadatan ingin seperti Rasulullah saw, tetapi masih banyak kekurangannya. Walaupun begitu, sebuah nikmat yang mesti disyukuri bahwa umat Islam mayoritas dan mestinya diiringi dengan gerakan kesalehan sosial dan penyempurnaan dalam akhlak dan ibadah.

Saya kira untuk di Indonesia semangat ibadah sudah lebih baik daripada sebelum masa sekarang ini. Shalat berjamaah di masjid, tabligh akbar, peringatan hari-hari besar Islam, kepedulian atas bangsa Palestina, jamaah haji dan umroh setiap tahun meningkat jumlahnya, adalah bukti kesemarakkan dalam beragama. Tentu ini menjadi sebuah kebanggaan bagi umat Islam.

Namun, ada "pekerjaan rumah" yang perlu dilakukan umat Islam di Indonesia yaitu menjadi umat yang rahmatan lil 'alamin, menjadi suri tauladan (uswatun hasanah) dalam bingkai NKRI, menyemarakkan toleransi beragama, dan menjaga persatuan untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ini yang mesti diperjuangkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Selamat tahun baru 1440 Hijriah. Mari senantiasa menghidupkan momentum tahun baru Islam ini dengan aktivitas penuh manfaat dan perilaku-perilaku yang sesuai dengan akhlak Rasulullah saw. Dan semoga Indonesia menjadi negara yang damai dan masyarakat yang sejahtera, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw dengan masyarakat Madani. ***

Dr. Joko Trio Suroso, drs, SH, MH, MBA. adalah pembina sekolah dasar dan menengah serta lembaga sosial kemanusiaan