Saturday, January 5, 2019

Solusi atas Masalah Anak Lebih dekat Dengan Gadget [by Dr Joko Trio Suroso, Drs.,SH.,MH.,MBA]

Sekira bulan lalu, saya bertemu dengan beberapa orangtua murid dan guru-guru. Pertemuan selintas saja dan tidak disengaja dari obrolan ada yang spesifik terkait dengan pendidikan.

Di antara keluhan orangtua terkait dengan pendidikan anaknya adalah enggan belajar di rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget/gawai.

Kemudian para pengajar/guru pun sama mengeluhkan muridnya yang kalau disuruh baca asal baca dan kadang pura-pura baca, bahkan  mengerjakan tugas pun tidak tuntas dan banyak protes. Dengan beragam alasan: mulai dari tidak bisa sampai mengatakan lelah. Tetapi saat disuruh buka gawai untuk search maka mereka bersemangat. Ini generasi milenial.

Permasalahannya para murid itu sambil search yang ditugaskan, kadang sempat main games atau posting medsos. Mereka pintar dalam mengelabui. Repotnya kalau para guru tidak pantau maka suasana sekolah atau kelas yang memperbolehkan pegang gawai untuk dukung pembelajaran, oleh murid disalahgunakan.

Bahkan yang menarik di tempat sekolah yang saya bina, murid-murid kala jam pulang sekolah "betah" di sekolah. Bukannya langsung pulang malah standby dengan gawai yang dimainkan. Mengapa bisa "betah"? Karena di sekolah ada WiFi yang membuat mereka nyaman akses internet. Tentu ini kerja berat dari tim IT sekolah untuk filter hal-hal yang berdampak tidak baik pada murid-murid.

Keluhan lainnya adalah kini anak sepertinya tidak bisa lepas dari gawai dan hubungan pertemanan atau interaksi lebih banyaj jalur udara (internet) daripada komunikasi langsung.

Tidak jarang saat kumpul dengan keluarga pun masih saja tangan memegang gawai dan memainkannya. Saat ngobrol pun mata dan wajah tidak saling berpandangan, kadang menuduk melihat gawainya.

Tampaknya fenomena gawai ini sudah merambah kalangan masyarakat,  baik di kota maupun desa. Dengan akses informasi yang mudah (melalui internet) sedikit banyak bersentuhan dengan orang-orang luar negeri atau informasi yang lebih luas dan sulit dihalau arusnya, sehingga besar kemungkinan akan terkena juga dampaknya dari sisi psikologis, sikap budaya, atau perilaku sosial di masyarakat.

Memperhatikan beberapa analisa dari para ahli pendidikan dan psikolog bahwa fenomena gawai ini punya sisik baik dan sisi buruk. Namun, sampai saat ini yang muncul dalam pertumbuhan dan pendidikan anak, yang dominan adalah sisi buruk dari fenomena gawai. Meski tidak dipungkiri kini di lembaga pendidikan sudah menggunakan teknologi informasi sebagai penunjang pembelajaran dan saat ujian pun sudah ada yang berbasiskan komputer yang terhubung dengan internet.

Yang harus dapat perhatian penuh terkait dengan fenomena gawai adalah sisi negatifnya. Bagaimana menyikapinya? Tentang ini tentu memerlukan riset yang mendalam dari berbagai aspek seperti psikologi, neurosains, maupun teknologi informasi. Sehingga hasil dari kajian tersebut bisa menghasilkan kebijakan dalam pendidikan dan lembaga sosial yang menangani masalah tersebut.

Yasraf Amir Piliang dalam pengantar buku "Ruang yang Hilang: Pandangan Humanis tentang Budaya Cyberspace yang Merisaukan" (tahun 1999) menyebutkan ada tiga pandangan dalam melihat realitas dunia teknologi informasi. Pertama adalah affirmative, melihat dari sisi positif dan optimis. Kedua adalah refusal, yang melihatnya dengan pandang curiga, pesimis, dan menolak. Ketiga adalah fatalistic, yang melihatnya dengan penuh kritik tetapi tetap menerimanya sebagai kenyataan yang tak dapat ditolak.

Saya kira dengan adanya fenomena gawai ini bahwa setiap keluarga harus memperkuat hubungan kekeluargaan dengan menentukan waktu khusus tanpa gawai saat di rumah, sehingga akan tercipta suasana yang menyenangkan, akrab, dan humanis. Misalnya dengan mengajak anak mengobrol tentang kegiatan di sekolahnya, pertemanannya, dan diajak olah raga. Dengan suasana kebersamaan keluarga yang intensif maka pembinaan pada anak akan terarah, khususnya dalam pendidikan.

Semoga ke depannya fenomena gawai dalam dunia pendidikan anak di Indonesia ada solusi yang bersifat kebijakan, yang membawa kebaikan untuk pendidikan dan masa depan bangsa. ***

Dr. H. Joko Trio Suroso, Drs., SH., MH., MBA adalah pegiat pendidikan dan pembina sekolah dasar dan menengah di Bandung